Minggu, 13 Januari 2013



Pengertian Camera Department, Cameraman, dan Camerawork


CAMERA DEPARTMENT. Bagian yang bertanggung jawab untuk memperoleh dan merawat kamera beserta alat-alat pendukungnya yang dibutuhkan untuk sebuah produksi. Juga bertanggung jawab atas penanganan film, pengisian film, dan selanjutnya berhubungan dengan laboratorium pemrosesan. Jumlah anggota pada departemen ini bergantung pada kebutuhan, namun biasanya terdiri atas:
1. Director of Photography (DP). Bertindak sebagai kepala departemen, bertanggung jawab langsung pada sutradara. Tugas utama yang disandangnya adalah menghasilkan gambar atau shot terbaik sesuai keinginan sutradara.
2. Camera Operator (CO). Orang yang bertanggung jawab mengoperasikan kamera untuk mengambil gambar sesuai dengan kehendak sutradara. Di Amerika Serikat, CO bekerja sama dengan DP untuk menentukan komposisi setiap shot sebagaimana diinstuksikan sutradara. Di Inggris, CO bekerja sama dengan sutradara dalam hal peletakan kamera dan komposisi shot, sedangkan DP (atau biasa disebut Lighting Cameraman) bertanggung jawab atas pencahayaan di set.
3. First Assistant Cameraman (1st AC; Focus Puller). 1st AC bekerja sama dengan CO selama gladi atau syuting dilangsungkan. Dia membantu dalam hal penanganan pergerakan kamera yang sulit, zoom, perubahan fokus, sehingga menghasilkan shot sesuai harapan.
4. Second Assistant Cameraman (2nd AC; Clapper/Loader). 2nd AC membantu CO dalam membuat tanda posisi aktor. Jika tanda tampak jelas pada kamera, CO akam menyuruhnya memperkecil / menyamarkan tanda tersebut.
5. Loader. Bertugas menangani stok film yang akan digunakan selama syuting, juga stok film yang telah berisi gambar untuk kemudian dikirimkan ke laboratorium.

CAMERA OPERATOR / CAMERAMAN / KAMERAWAN. Orang yang memiliki kemampuan teknik dalam mengoperasikan kamera untuk memvisualisasikan objek yang tersedia. Seorang kamerawan dituntut untuk memiliki pengetahuan tetang pencahayaan, sudut pengambilan gambar yang menarik, kemampuan berkomunikasi dengan gambar yang akan di presentasikan, dan kemampuan dalam menerjemahkan konsep visual sutradara.

CAMERAWORK. Istilah ini secara sederhana mengacu pada kerja yang dilakukan dengan menggunakan kamera dalam pembuatan sebuah film. Dalam hal ini, sangat terbuka berbagai kemungkinan bagi sinematografer dalam menggunakan kamera. Pada dasarnya, kamera dapat diposisikan pada jarak dan sudut yang bervariasi dari subjek yang difilmkan. Kamera dapat dibelokkan ke kiri atau kanan untuk mengikuti gerak subjek pada bidang horizontal, atau naik-turun mengikuti subjek pada bidang vertikal. Kamera juga dapat bergerak pada kecepatan tertentu untuk menjauh, mendekati atau mengitari subjek, dan gerakan ini dapat dibuat sehalus atau sekasar mungkin sesuai kehendak si sinematografer. Selain itu, lensa dapat digunakan untuk memberi kesan gerakan menuju atau menjauh dari subjek, atau membuat citra subjek menjadi tajam atau kabur, atau bahkan untuk mengubah penampilan subjek menjadi lebih ekstrim. Satu-satunya batasan pada kemungkinan mobilitas dalam pembuatan setiap film adalah ketersediaan teknologi yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang ingin dicapai; sementara itu, teknologi lensa dan kamera telah berkembang sedemikian rupa di sepanjang sejarah film untuk mengakomodasi kebutuhan pembuatan film yang semakin kompleks. Misalnya, penemuan model kamera yang ringan (beserta alat perekam suara) pada 1950-an menjadikan pembuatan film lebih mudah untuk dilakukan di berbagai lokasi. Namun, jika kita melihat film-film lama (yang bisu dan hitam-putih) kita akan mengetahui bahwa para sinematografer telah sejak semula berusaha mengembangkan imajinasi untuk memperoleh gambar bergerak, meski pada waktu itu dengan menggunakan kamera besar dan berat terbuat dari kayu. Jadi, ketersediaan teknologi yang memadai memang penting, tetapi yang lebih utama adalah bagaimana berkreasi semaksimal mungkin dengan peralatan yang tersedia.

Catatan:
Definisi istilah-istilah tersebut di atas dikutip dari Kamus Istilah Televisi dan Film (Gramedia). Kamus ini adalah karya langka. Kita tahu, di Indonesia telah lama berdiri beberapa lembaga penyiaran televisi profesional dan berbagai perguruan tinggi yang bergerak di bidang televisi dan film (IKJ, ISI Solo, ISI Jogja, dan yang paling gres adalah Program Studi Televisi & Film (PSTF) Fak. Sastra Univ. Jember), namun alangkah sulitnya mencari buku mengenai istilah-istilah yang lazim digunakan dalam proses produksi televisi maupun film.
Buku karya Ilham Zoebazary ini memuat 2000 lebih entri yang berkaitan erat dengan media televisi dan film. Di dalamnya tercakup istilah-istilah yang biasa digunakan dalam proses produksi program televisi dan karya film, juga istilah-istilah teknis operasional di dalam studio televisi, studio editing, penulisan skenario, hingga istilah-istilah yang biasa digunakan para ahli dalam mengkaji televisi dan film. Sebagian besar entri, khususnya yang berhubungan dengan karya film, disertai contoh-contoh dengan menyertakan judul film, nama sutradara serta tahun peluncurannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar