Pengertian Camera Department, Cameraman, dan
Camerawork
CAMERA DEPARTMENT. Bagian yang
bertanggung jawab untuk memperoleh dan merawat kamera beserta alat-alat
pendukungnya yang dibutuhkan untuk sebuah produksi. Juga bertanggung jawab atas
penanganan film, pengisian film, dan selanjutnya berhubungan dengan
laboratorium pemrosesan. Jumlah anggota pada departemen ini bergantung pada
kebutuhan, namun biasanya terdiri atas:
1. Director of Photography (DP).
Bertindak sebagai kepala departemen, bertanggung jawab langsung pada sutradara.
Tugas utama yang disandangnya adalah menghasilkan gambar atau shot terbaik
sesuai keinginan sutradara.
2. Camera Operator (CO). Orang yang
bertanggung jawab mengoperasikan kamera untuk mengambil gambar sesuai dengan
kehendak sutradara. Di Amerika Serikat, CO bekerja sama dengan DP untuk
menentukan komposisi setiap shot sebagaimana diinstuksikan sutradara. Di
Inggris, CO bekerja sama dengan sutradara dalam hal peletakan kamera dan
komposisi shot, sedangkan DP (atau biasa disebut Lighting Cameraman)
bertanggung jawab atas pencahayaan di set.
3. First Assistant Cameraman (1st
AC; Focus Puller). 1st AC bekerja sama dengan CO selama gladi atau syuting
dilangsungkan. Dia membantu dalam hal penanganan pergerakan kamera yang sulit,
zoom, perubahan fokus, sehingga menghasilkan shot sesuai harapan.
4. Second Assistant Cameraman (2nd
AC; Clapper/Loader). 2nd AC membantu CO dalam membuat tanda posisi aktor. Jika
tanda tampak jelas pada kamera, CO akam menyuruhnya memperkecil / menyamarkan
tanda tersebut.
5. Loader. Bertugas menangani stok
film yang akan digunakan selama syuting, juga stok film yang telah berisi
gambar untuk kemudian dikirimkan ke laboratorium.
CAMERA OPERATOR / CAMERAMAN /
KAMERAWAN. Orang yang memiliki kemampuan teknik dalam mengoperasikan kamera
untuk memvisualisasikan objek yang tersedia. Seorang kamerawan dituntut untuk
memiliki pengetahuan tetang pencahayaan, sudut pengambilan gambar yang menarik,
kemampuan berkomunikasi dengan gambar yang akan di presentasikan, dan kemampuan
dalam menerjemahkan konsep visual sutradara.
CAMERAWORK. Istilah ini secara
sederhana mengacu pada kerja yang dilakukan dengan menggunakan kamera dalam
pembuatan sebuah film. Dalam hal ini, sangat terbuka berbagai kemungkinan bagi
sinematografer dalam menggunakan kamera. Pada dasarnya, kamera dapat
diposisikan pada jarak dan sudut yang bervariasi dari subjek yang difilmkan.
Kamera dapat dibelokkan ke kiri atau kanan untuk mengikuti gerak subjek pada
bidang horizontal, atau naik-turun mengikuti subjek pada bidang vertikal.
Kamera juga dapat bergerak pada kecepatan tertentu untuk menjauh, mendekati
atau mengitari subjek, dan gerakan ini dapat dibuat sehalus atau sekasar
mungkin sesuai kehendak si sinematografer. Selain itu, lensa dapat digunakan
untuk memberi kesan gerakan menuju atau menjauh dari subjek, atau membuat citra
subjek menjadi tajam atau kabur, atau bahkan untuk mengubah penampilan subjek
menjadi lebih ekstrim. Satu-satunya batasan pada kemungkinan mobilitas dalam
pembuatan setiap film adalah ketersediaan teknologi yang diperlukan untuk
menghasilkan efek yang ingin dicapai; sementara itu, teknologi lensa dan kamera
telah berkembang sedemikian rupa di sepanjang sejarah film untuk mengakomodasi
kebutuhan pembuatan film yang semakin kompleks. Misalnya, penemuan model kamera
yang ringan (beserta alat perekam suara) pada 1950-an menjadikan pembuatan film
lebih mudah untuk dilakukan di berbagai lokasi. Namun, jika kita melihat
film-film lama (yang bisu dan hitam-putih) kita akan mengetahui bahwa para
sinematografer telah sejak semula berusaha mengembangkan imajinasi untuk
memperoleh gambar bergerak, meski pada waktu itu dengan menggunakan kamera
besar dan berat terbuat dari kayu. Jadi, ketersediaan teknologi yang memadai
memang penting, tetapi yang lebih utama adalah bagaimana berkreasi semaksimal
mungkin dengan peralatan yang tersedia.
Catatan:
Definisi istilah-istilah tersebut di
atas dikutip dari Kamus Istilah Televisi dan Film (Gramedia). Kamus ini adalah
karya langka. Kita tahu, di Indonesia telah lama berdiri beberapa lembaga
penyiaran televisi profesional dan berbagai perguruan tinggi yang bergerak di
bidang televisi dan film (IKJ, ISI Solo, ISI Jogja, dan yang paling gres adalah
Program Studi Televisi & Film (PSTF) Fak. Sastra Univ. Jember), namun
alangkah sulitnya mencari buku mengenai istilah-istilah yang lazim digunakan
dalam proses produksi televisi maupun film.
Buku karya Ilham Zoebazary ini
memuat 2000 lebih entri yang berkaitan erat dengan media televisi dan film. Di
dalamnya tercakup istilah-istilah yang biasa digunakan dalam proses produksi
program televisi dan karya film, juga istilah-istilah teknis operasional di
dalam studio televisi, studio editing, penulisan skenario, hingga
istilah-istilah yang biasa digunakan para ahli dalam mengkaji televisi dan
film. Sebagian besar entri, khususnya yang berhubungan dengan karya film,
disertai contoh-contoh dengan menyertakan judul film, nama sutradara serta
tahun peluncurannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar